Pembentukan sub holding berbasis komoditas di PTPN Group sudah melalui pengkajian mendalam, baik dari sisi regulasi maupun bisnis. Pengkajian tersebut agar tidak melanggar Undang-Undang Anti Monopoli, sebagaimana dilansir dari portal berita kontan.co.id.
 
Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron menjelaskan, BUMN perkebunan ini tidak berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang Anti Monopoli). “Merger usaha sejenis yang dilakukan oleh PTPN Group saat ini bukan untuk bersaing,” ujarnya, Kamis (2/11)

Menurutnya, kebijakan BUMN perkebunan ini sebuah transformasi agar kinerja perusahaan meningkat, baik dibidang keuangan maupun tata kelola korporasi.

Herman mengatakan PTPN Group hanya menggabungkan beberapa perusahaan yang memiliki komoditas sejenis. Jika dihitung dari volume produksi, hanya sekitar 6% dari total produksi sawit nasional. Artinya, masih banyak perusahaan swasta yang mengisi kebutuhan nasional. 

Pembentukan sub holding PTPN Group, baik Palm Co untuk sawit maupun Sugar Co untuk gula, sudah melalui pembahasan yang mendalam dan komprehensif di Komisi VI DPR RI. “Persoalan ini sudah dibahas berulang kali di Komisi VI dan memang berbagai strategi digunakan untuk memberikaikan kinerja PTPN,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua DPD AA LaNyalla Machmud Mattalitti mengatakan aksi merger anak usaha PTPN Group berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Bidang Pertanian dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.    
 
Sebelumnya Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani mengatakan pembentukan subholding untuk akselerasi sinergitas, optimalisasi sumber daya lebih mudah diintegrasikan dan memperkuat daya saing PTPN sebagai instrumen negara. (kontan)